Sabtu, 20 April 2013

Ketelak Bakso


            Seperti biasanya, usai shalat shubuh berjamaah di masjid, Kanjeng Sekh konidin memberikan tausiyah kepada para santrinya sebagai bekal petunjuk hidup baik di dunia maupun akhirat. Karena Sekh merasa bahwa sebetulnya yang dibutuhkan manusia itu adalah sebuah petunjuk. Ya, petunjuk yang dapat memudahkan seseorang melakukan apapun hingga tujuannya bisa tercapai dengan mudah. Banyak orang menyebutnya dengan ilmu. Terserah, mau ilmu kek, mau petunjuk kek, apapun namanya, yang pasti ia akan menjadi bekal kebahagiaan manusia. Maka tiada pernah bosan Sekh memanjakan santrinya dengan ilmu yang beliau tuangkan di setiap awal pagi itu.

            “wahai anak-anakku, bahwa Allah tidak akan menerima ibadah puasamu ini jika engkau tidak memaafkan kesalahan saudara muslim-mu yang lain. Bagaimanapun kejinya perbuatan mereka. Maafkanlah. Dan bila mereka jadi membabi buta kekejiannya terhadap dirimu lantaran telah engkau maafkan setiap kesalahannya, biarkanlah. Teruslah memaafkannya. Sebab dengan demikian, dia akan hancur luluh lantak dan musnah dengan  sendirinya bersama derita yang tiada tara akibat ketulusanmu yang selalu memaafkan segala kesalahannya. Kecuali jika ia mau bertaubat dan berbenah diri kemudian mengakui segala kesalahannya padamu dan meminta maaf.”
            “Nyuwun sewu Sekh....” Gus Murak terlihat mulai angkat bicara. “Jika ‘maaf’ yang kita berikan kepada orang zalim hanya untuk memusnahkannya, bukankah berarti kita termasuk keji juga karena berusaha membalas kekejian meski dengan cara memaafkan. Dengan kata lain, memaafkan dijadikan senjata untuk menghancurkan manusia. Adakah manfaat lain buat diri sendiri saat kita memaafkan orang yang zalim pada kita?”
            “Ya jelas toh leee.... Karena rasa benci itu adalah pembunuh yang sangat mematikan, maka memaafkan kesalahan orang lain, merupakan upaya untuk menghalau rasa benci yang muncul dari diri kita akibat kita dizalimi orang.  Kebencian itu seperti orang menguap. Mudah menular. Jika kamu melihat orang nguap, secara reflek kamu akan tertular dan merasa ingin menguap juga. Kecuali jika kamu tahan untuk tidak menguap. Begitu juga disaat orang menzalimi kita, jika tidak lekas sadar dan menahan diri dengan memaafkannya, maka kita akan tertular kebenciannya dan kembali balas membenci. Itu artinya, akibat perbuatan orang, kita terkena dampaknya. Rasa benci yang tumbuh dalam hati kita terhadap orang tersebut akan membunuh diri kita sendiri. Istilahnya orang makan nangka, kita kena getahnya. Jadi memaafkan kesalahan orang lain adalah perisai untuk menyelamatkan diri kita sendiri dari kehancuran,” jelas Sekh Konidin.
            Pengajian selesai. Ki Semprul belum juga terlihat. Lalu Sekh bertanya kepada seluruh santri.
            “Kemana Ki Semprul? Apakah  semalam dia sahur bersama kalian?”
            Semua santri menunduk dan merasa malu untuk membuka aib temannya sendiri, meskipun yang bertanya adalah guru besarnya. Bahkan saaaaangat buwesarr...
            Setelah menutup pengajian dengan salam, Sekh bergegas menuju kamar Ki Semprul. Tidak ketinggalan murid setianya Gus Murak yang selalu berada di bayang-bayang Sekh. Dari kejauhan, terlihat Ki Semprul sedang membawa piring menuju dapur.
            “Lohhh...!!!” ujar Gus Murak menunjuk kearah Ki Semprul reflek dan langsung tutup mulut. Ia merasa sungkan kepada gurunya atas perbuatan sahabatnya. Membawa piring menuju dapur. Buat apa, kalau bukan kepingin makan. Ki Semprul sudah terlihat menyerok nasi dari bakul sisa sahur tadi malam. Dan ketika nasi serta lauk sudah dipiring, ki Semprul siap untuk melahapnya. Sekh berlari menghampiri Ki Semprul. Namun sayang, sepulukan nasi sudah mendarat di bibirnya. Sekh Konidin langsung menginjak kaki Ki Semprul dengan sangat keras. Karuan saja mulut Ki Semprul jadi terbuka kembali yang baru saja tertutup ingin mengunyah nasi.
            “Huwaaaaaa.....!!!” teriak Ki Semprul. Nasi yang hampir tertanam dalam mulutnya, mendadak berhamburan keluar. Piring dalam genggamannya terlempar karena reflek Ki Semprul mengangkat kedua tangannya seperti orang yang  menyerah saat ditodongkan pistol ke jidatnya.
            “Dasar ga tau malu. Bulan ramadhan, pagi-pagi udah sarapan...!” bentak Gus Murak.
            “Hustt... jangan membentak begitu, barangkali temanmu ini lupa. Toh orang puasa, kalau dia lupa dan kemudian makan, maka puasanya tidak batal. Tetap sah, asalkan begitu ingat, langsung dilepehin dan berkumur,” kata Sekh.
            “Kalau lupanya sampai habis dua piring, gimana Sekh?” tanya Gus Murak yang sebetulnya ngeledek Ki Semprul.
            “Ya ndak apa-apa toh, namanya juga lupa. Lanjutkan saja puasanya,” ujar Sekh. “Dan kamu ini juga lupa kan Prul?” lanjut Sekh bertanya kepada Ki Semprul.
            “Engngng.... anu Sekh... semalam aku mimpi junub, terus ndak sahur dan bangunnya kesiangan. Jam setengah tujuh baru shalat subuh. Jadi pasti puasaku ndak sah kan Sekh. Ya mending aku sarapan aja,” Ki Semprul beralasan.
            Mendengar pernyataan tersebut, Gus Murak menjadi geram. “Makanya kalau shubuh tuh, ikut ngaji. Biar ndak miskin ilmu kaya gini ini....”
“Iyaa, iyaaa.....”
            “Prul, ada beberapa hal yang harus kamu dengar dan tulis dalam otakmu baik-baik. Pertama, jika  kamu mimpi junub dan bangun kesiangan sampai tak sempat sahur, maka cukup bagimu lekas mandi junub dan shalat subuh kemudian lanjutkan puasamu. Bahkan meskipun kamu bermimpi junub di siang hari. Puasamu tidak batal dan teruskan berpuasa.  Kedua, jika di siang hari kamu lupa sehingga makan sampai habis sepiring muncung dan setelah kenyang, kamu baru ingat bahwa kamu sedang berpuasa, maka itu adalah rezeki dari Allah dan lanjutkan puasamu. Ketiga, karena  kamu adalah tukang masak di pondok ini, maka jika kamu ragu, apakah masakan ini sudah diberi garam atau belum, kamu boleh mencicipi makanan tersebut, lalu dikeluarkan kembali dari mulutmu. Itu juga boleh, asalkan jangan sampai tertelan. Dan Allah maha tahu apa niatmu dalam mencicipi makanan. Jadi tidak ada alasan bagi orang lelaki yang meninggalkan puasa. Begitu pula dengan wanita, mereka boleh tidak puasa jika dalam keadaan menstruasi atau nifas, serta sakit atau sedang pergi dengan jarak yang jauh.
            Hal ini berlaku untuk puasa sunnah maupun wajib. Cuma bedanya, kalau puasa sunnah, niatnya paling akhir sebelum zuhur. Sedang niat puasa wajib, paling akhir di waktu imsak. Jadi jika sampai datang waktu imsak, masih juga belum sempat niat puasa fardhu, maka tidak sah puasanya,” terang sekh konidin. “Ya sudah, sekarang kamu lanjutkan puasamu. Oh iya, jangan lupa nanti siang kamu belanja ke pasar buat persiapan buka puasa santri ya! Di ‘kandani’ (dibilangin) malah cengar cengir, prangas pringis kaya wong kremian,” lanjut konidin. Karuan saja Ki Semprul prangas pringis, lantaran kaki Sekh Konidin belum berpindah dari atas kaki Ki Semprul sejak mendarat tadi.
            He he he…. Iya Sekh, aku lanjutkan puasaku. Tapi anu Sekh… anu….” ujar Ki Semprul kepada Sekh  sambil cengengesan menunjuk kakinya yang masih terinjak.
            Puasa berbeda dengan ibadah-ibadah yang lainnya. Ia sangat istimewa sekali. Bahkan sabda Rasulullah, bahwa bau mulutnya orang yang berpuasa lebih hebat daripada wangi kasturi. Sebab, minyak kasturi hanya berfungsi menutupi dan mengelabui bau busuk yang dimunculkan oleh bakteri. Sedangkan bau bacin mulut orang yang berpuasa merupakan indikasi atau tanda bahwa bakteri dan microba yang ada dalam tubuh manusia, musnah tergilas oleh panas suhu tubuh dan remasan lambung orang berpuasa. Artinya, kondisi tubuh terutama perut orang berpuasa, telah menjadi steril dan bersih dari bakteri dan microba jahat yang dapat mengganggu stabilitas kesehatan manusia. Jadi makin bau mulut seseorang yang sedang berpuasa, berarti makin bersih tubuhnya dari toksin dan racun serta bakteri.
            Hari menjelang sore, Sekh Konidin dan istrinya sedang mempersiapkan bahan masakan buat buka puasa nanti. Yang diharap-harap, akhirnya datangnya juga. Ki Semprul membawa segala bahan masakan buat buka sekaligus sahur besok. Namun jiwa seorang ibu dari istri Sekh, tergugah, tatkala melihat Ki Semprul yang terlihat begitu payah dan lemah sepulang dari pasar.
            Duh Gusti, Pruuullll, wajahmu pucat sekali. Kamu puasa ya nak? Mbokyo kalau ndak kuat, lebih baik buka saja. Daripada nanti ada apa-apa…….!” ujar istri Sekh yang biasa dipanggil Bunda.
            Hallaaaah…. Kolokan…! Tanggung, sudah jam empat sore. Bentar lagi maghrib. Mending istirahat sana, daripada buka puasa,bentak Sekh.
            Bun, kayanya aku masuk udara nih….” rengek Ki Semprul manja.
            Masuk angin kaleeee….” protes Bunda.
            Bwuoooh…. Wong deso kepingin bicara dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan mendingan, ya begitu ituw. Ga pantessss Pruuull….!!!” Ledek Sekh Konidin. Kemudian Sekh mengambil bawang merah dan minyak jelanta untuk ‘ngeborehi’ badan Ki Semprul guna mengusir angin. Dan benar saja, rupanya angin mulai merasa terusir oleh ramuan dan borehan tangan Sekh. Ki Semprul mulai glegekan. Dan tiba-tiba……
            Khoeeeekkhhh……!!!” Ki Semprul muntah. Namun alangkah terkejutnya Sekh Konidin dan istrinya, ketika melihat muntahan yang keluar dari mulut Ki Semprul. Bakso yang masih bulet-bulet. Malah mie-nya ikut keluar dari lubang hidung Ki Semprul. Barangkali akibat makan bakso ngumpet-ngumpet dan terburu-buru agar tidak diketahui orang lain, akhirnya Ki Semprul langsung menelannya tanpa dikunyah. Yaas Salaaaammmm……!!!
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar