Selasa, 04 Desember 2012

Asa Yang Terburai 3


Asa yang terburai
Bag 3
oleh: Mahfudin Arsyad


            Perjalanan menuju rumah nenek di Jatibarang, tepatnya daerah Tenajar Lor, sudah makin dekat. Hari mulai gelap. Azan maghrib berkumandang. Kuhentikan motor Harleyku di halaman sebuah masjid yang berada di daerah Widasari Pasar Jatibarang. Kuhampiri toilet masjid untuk menumpang mandi dan ganti baju yang kotor akibat kecebur sawah di pertengahan jalan tadi. Usai shalat maghrib dan membaca beberapa ayat Al-Qur’an, kuambil posisi pojok masjid paling belakang untuk sekedar merebahkan tubuh dan mengistirahatkannya sejenak. Namun mungkin karena saking lelahnya, aku jadi benar-benar tertidur.

Dalam tidurku yang sejenak itu, aku mimpi bertemu dengan seorang anak kecil berusia tiga tahun. Ia berada ditempat yang sangat tinggi dan indaaah sekali. Harum mewangi aroma tempat itu merebak sampai tempat aku berpijak. Rasanya luar biasa damai. Bocah cilik itu melambaikan tangannya padaku. Aku tersenyum padanya. Dan kulihat ia turun dari ketinggian dengan mengenakan sayap kecil di kedua belah pundaknya mendekati aku. Persis seperti peri kecil yang cantik rupawan.
            Hai cantik, siapa nama kamu? Dan bagaimana bisa kamu berada di tempat yang indah nan harum itu?” sapaku.
            Paman malaikat memberiku nama Aynillah. Aku berada di syurga ini karena paman malaikat om,ujar bocah cilik itu.
            Loh kok paman malaikat sih yang kasih nama ke kamu. Memangnya orang tuamu tidak memberi nama?”
            Aku dikeluarkan dari perut ibu dengan cara paksa pada saat usiaku enam bulan dalam kandungan. Katanya, dahulu ibu malu jika aku terlahir dan tumbuh besar. Sebab ayahku pergi meninggalkan ibu setelah menanam benihku dalam perut ibu. Kata paman malaikat sih, aku di aborsi.”
            Aborsii…..???!!!” aku terperanjat.
            Iya om, aku adalah anak yang diaborsi oleh ibuku. Memangnya aborsi itu apa sih om?” Tanya Aynillah lugu. Sementara aku tak kuasa membendung air mata. Kudekati dan kupeluk ia erat-erat.
            Sayang, darah dan daging yang mengalir dalam tubuh mungilmu ini adalah darah dan daging ibumu. Berkat beliau, engkau bisa bersemayam di dalam syurga. Tempat ini sulit sekali ditempuh kecuali oleh orang-orang yang dicintai oleh Allah. Kamu bisa bersenang-senang di tempat ini, itu karena Allah mencintamu nak,air mataku makin berderai menyatakan hal itu.
            Apakah nantinya aku bisa berkumpul bersama ibuku di syurga ini om. Aku rindu sekali pada ibu. Meskipun kadang-kadang aku bertanya dalam hati, mengapa ibu berbuat setega itu terhadapku. Mungkin ibu merasa malu dengan kehadiranku. Atau merasa terhina jika aku hidup bersanding dengan ibu di alam dunia. Sehingga jasadku tercampakan di tong sampah. Saat itu aku kedinginan sekali. Dan belatung-belatung mulai menghampiriku untuk menghibur. Aku tertimbun dengan sampah-sampah busuk hingga nafasku terasa sesak sementara ibu tak jua datang untuk menyelimutiku. Sampai akhirnya paman malaikat menjemputku. Om,…. apakah aku telah berbuat salah terhadap ibu, sehingga keberadaanku tidak diinginkannya? Aku ingin minta maaf kepada ibu, om. Aku ingin dipeluk ibu. Aku ingin digendong ibu. Aku ingin main bersama ibu, om. Ooom…. Ooomm…!!!”  Aynillah merengek dan mengguncang-guncang pundakku. Sementara fikiranku telah kacau diambang batas. Sedih, pilu dan sangat menggetarkan jiwa, menyaksikan bocah cilik yang tak berdosa harus sendirian, meski di tempat yang sangat indah nan mempesona. Anak yang sangat merindukan belai dan kasih sayang seorang ibu. Anak yang begitu mendambakan bisa berkumpul bersama ibunya di dalam syurga. Namun entah, akankah harapannya itu dapat terkabulkan, kecuali jika ibunya mau bertaubat dan bersungguh sungguh menempuh jalan hidup yang diridhai Allah. Pastinya, Allah akan mempertemukan ibu dan anaknya yang pernah ia aborsi dahulu.
            Ya Allah gusti, betapa malang seorang anak yang tidak diharapkan berada dalam kandungan seorang wanita yang terbuai dengan kenikmatan sesaat. Wanita yang termakan oleh bujuk rayu lelaki yang hanya ingin mencari kepuasan nafsu bejatnya hingga akhirnya mengorbankan darah dagingnya tercabik-cabik oleh tangan tangan jahanam yang mengeluarkannya dengan cara paksa dari rahim yang suci. Wanita tak berhati yang mencampakkan darah dagingnya ke tempat sampah dan dikerubungi belatung-belatung yang menjijikan. Tidakkah ia sadar dan kemudian bertaubat kepada Allah, yang pada akhirnya ia bisa bertemu dengan anak aborsinya di dalam syurga untuk memohon maaf karena telah menyia- nyiakan hidupnya.
            Tobatlah…tobaat… tobaaatttt…..!!!!” Aku mengigau hingga berteriak. Karuan saja orang yang berada didekatku loncat lantaran kaget. Mataku mendelik, sementara nyawa belum kumpul semua di badanku. Antara sadar dan tidak, aku melihat ada sosok putih berdiri di hadapanku. “Pocong…pocooong….!!!” Jeritku jisteris sambil menutup wajah dengan kedua telapak tanganku.
            Seblakkk….. ujung sajadah menghantam kepalaku membuat aku kini benar-benar tersadar.
            Tidur di tempat shalat perempuan. Pindah sana…!” ujar sosok putih dihadapanku yang ternyata nenek-nenek yang baru saja selesai shalat maghrib.
            “Iy… iya bu… maaf njih…” ujarku sambil ngeluyur membungkuk pergi meninggalkan nenek galak itu.
            Aku duduk termenung di tangga pelataran masjid sambil menunggu waktu isya. Lamunanku masih melayang memikirkan bocah cilik di dalam syurga dalam mimpiku tadi. Aku tersenyum sendiri. Tiba-tiba, ada wanita muda mendekatiku sambil marah tak karuan.
            Ki uwonge sing ngehamili reang. Ndika beli tanggung jawab. Gelem mengkonone bae, beli gelem dirabi. (Ini dia orang yang menghamili saya, anda tidak mau bertanggung jawab. Mau begituannya saja tapi tidak mau menikahi)” ujar wanita itu sambil mengarahkan telunjuknya ke jidatku. Spontan aku berdiri dari duduk. Aku melongo dan tolah toleh kebingungan. Namun wanita itu terus saja mendesakku, bahkan hingga memukuliku. Aku menghindar, namun ia terus mengejar, hingga aku berlari kecil menuju gerbang masjid. Semua orang menyaksikan kejar mnegejar itu. Barangkali diantara mereka ada yang berfikir, “lumayan tontonan gratis. Kayak di film India, main kejar-kejaran di masjid.”
            Untung saja ada lelaki setengah baya menolongku dengan memegang serta menenangkan wanita muda tersebut.
            Tenang nok, tenang… kien mah dudu lanange sira. Sing kiwin mah langka brewoke. Blesak. Bli kaya lanange ira, guanteng pisan,ujar bapak tua itu kepada wanita yang sepertinya mengindap kelainan jiwa.
            Ooh, kiwin mah blesak tah?” kata wanita tadi.
            “Iyyaaa, kiwin blesak pisan. Masih ganteng lakine ira nook…” ujar bapak tua lagi yang kemudian wanita itu mengangguk serta pergi meninggalkan kami.
            Setelah keadaan mulai terkendali, aku mendekati bapak tua dan mengajaknya berbincang.
            Kalau boleh tahu, yang bapak bicarakan tadi kepada wanita itu, apa artinya ya?”
            Oh tadi itu mantra pengusir syetan yang ada dalam tubuhnya agar mau meninggalkan kamu,jelas pak tua. Kemudian beliau mencari posisi duduk di emperan masjid, dan kududuk di sebelahnya. “Namanya Ruwetwati. Dia stress setelah mengaborsi anaknya,lanjut pak tua.
            Stress…??? Aborsi…..???” aku terbelalak mendengar akhir kalimat Pak Tua. Sempurna sudah keberuntunganku hari ini. Sudah kecebur sawah, diomeli nenek-nenek, dikejar orang gila pula. Apesss…!
            Tapi diam-diam, aku jadi teringat akan kata aborsi yang dibicarakan oleh bocah cilik dalam mimpi.
            “Iya, dahulu ia memiliki kekasih yang berjanji akan menikahinya, sehingga kemudian ia pasrahkan mahkota yang paling berharga kepada lelaki tersebut. Namun setelah hamil, justru lelaki itu malah pergi meninggalkannya entah kemana. Mulai saat itu, hidupnya kacau. Hingga ketika janinnya mulai membesar, ia nekat mengaborsinya. Tapi justru setelah janinnya keluar dari perutnya, ia mulai menangis dan tertawa sendiri. Sejak saat itulah Ruwetwati menjadi gila. Setiap ada lelaki asing di kampung ini, ia anggap sebagai lelaki yang menghamilinya,terang pak tua yang disambut oleh kumandang azan isya.
            Pak Tua pamit untuk berwudhu, sementara aku jadi merenung kembali. Hatiku bertanya- tanya, apakah ada kaitannya wanita muda yang stress itu dengan bocah cilik yang ada dalam mimpiku tadi ya? Aku berdiri dan bergegas mengejar Pak Tua.
            Kapan kejadian itu pak?” tanyaku
            Tiga tahun yang lalu,” ujar Pak Tua dan meninggalkanku lagi.
            Astagfirullaaah….! Jangan-jangan….!” Aku terkejut dan benakku langsung menebak.       “Ah... wallahu alam,” aku langsung berwudhu dan masuk ke dalam masjid untuk melaksanakan shalat isya berjamaah.         

Tidak ada komentar:

Posting Komentar