Awalnya ‘bermain’ saham hanya pekerjaan sambilanku saja.
Tapi rupanya setelah kugeluti beberapa tahun, rupanya menarik juga untuk ku
jadikan sebagai pekerjaan pokok disamping mengurus beberapa perusahaan yang
kudirikan sebelumnya. Pada tahun 2012, sahamku anjlok parah.kerugianku mencapai
miliaran rupiah. Namun karena aku terlanjur cinta dengan aktivitasku di bursa
efek Jakarta, maka ku jual beberapa asset, termasuk perusaha’anku untuk sekedar
menambah modal sahamku. Namun bukannya untung yang kudapat. Sudah perusaha’anku
ludes, mobil dan semua tabunganku lenyap, nominal saham yang kupunyapun hanya
tinggal hitungan ratusan juta saja.
Mungkin ini dampak dari krisis eonomi dunia yang semakin mengkhawatirkan.
Mungkin ini dampak dari krisis eonomi dunia yang semakin mengkhawatirkan.
Kudengar dari teman brokerku, bahwa kejadian krisis itu
telah membuat beberapa orang pemain saham mati karena bunuh diri. Sepertinya
hal demikian sudah menjadi berita lazim dalam dunia saham. Mereka yang bangkrut
akan putus asa dalam hidup, bahkan tidak jarang yang mengakhiri hidupnya.
Untung aku pernah mengecam pendidikan agama di pesantren selama beberapa tahun,
sehingga bagaimanapun setresnya aku dalam menghadapi masalah, Allah selalu
menjadi sandaranku. Ditambah lagi, Allah telah mengaruniai aku seorang istri
yang sabar dan solehah. Sehingga aku
tetap mau bertahan hidup walau rasanya sudah seperti berada dalam neraka.
Hamper seluruh kekaya’anku habis akibat kerugian besarku di
pasar modal. Tinggal beberapa ratus juta saja. Istriku menawarkan hidup apa
adanya di sebuah desa yang nyaman dan asri. Setelah berfikir beberapa waktu.
Aku sepakat untuk tinggal didesa, dekat rumah mertuaku. Kujual rumah yang
dijakarta utuk membangun rumah sederhana di desa.
Tiba tiba, aku teringat akan sahamku yang masih tersisa di
bursa efek. Aku memohon izin pada istriku untuk menjual semua sahamku dan
men-sedekahkannya kepada pesantren yatim. Luar biasa! Dengan senyum terulas
dibibir, istriku bukan hanya menyetujuinya, tapi ia juga menyerahkan gelang
emasnya buat ongkosku menuju Jakarta.
Kuberikan seluruh hasil penjualan sahamku kepada salah satu
pesantren yatim. Lalu aku pulang ke rumah baruku dengan rasa puas yang tak
terhingga. Stressku spontanitas hilang. Beban yang selama ini membuat sesak
nafasku juga sirna. Aku seperti mendapatkan hidup baru setelah bersedekah itu.
Seminggu kemudian, aku mendapat telepon dari temanku sesame
pengusaha dahulu. Ia bermaksud menjual perusaha’annya sebesar seratus lima
puluh miliyard. Kukatakan kepadanya bahwa aku sudah tinggal didesa dan tidak
mau lagi berhubungan dengan segala jenis usaha apapun. Tapi ia tetap memohon
kepadaku untuk mempresentasikan keadaan perusaha’annya di calon pembeli dari
jerman.
Setelah ku bicarakan kepada istriku, ia malah memintaku
untuk mencoba menolong temanku itu. Beberapa hari kemudian, aku bersama temanku
terbang ke jerman untuk melakukan tugasku.
Setelah kumohon pertolongan dari Allah untuk segala kebaikan, aku mulai
mempresentasikan perusahaan temanku dihadapan calon pembeli. Dan kurasakan
kebesaran Allah. Lidahku lancer sekali dalam berbicara. Anehnya lagi, calon
pembeli itu seakan tercengang mendengar uraianku. Sampai akhirnya ia bertanya
berapa harga yang akan ku bandrol untuk perusahaan tersebut.
“dua ratus lima puluh miliyard!” kataku. Namun setelah
bernegoisasi panjang, akhirnya perusaha’an itu terjual dengan harga dua ratus
miliyard. Temanku terkejut luar biasa. Namun sesuia kesepakatan awal, akhirnya
temanku memberikan kelebihan penjualan itu kepadaku.
Allahuakbarrr…!!! Hanya dalam kurun waktu dua bulan, Aku
mendapat untung sebanyak lima puluh
miliyard. Tidak hanya itu, sebagai tanda terimakasih, temanku membuatkan rumah
buatku didesa yang besarnya sepuluh kali lebih besar dari rumahku dahulu di
Jakarta.
Aku merasa, semua yang kudapatkan ini tidak lain karena
sedekah yang kuberikan kepada pesantren yatim kala itu. Aku mulai berfikir, sepertinya
saham yang lebih menguntungkan bukanlah saham di bursa efek Jakarta itu. Tapi
saham kepada Allah dengan cara bersedekah.
Dari pengalaman itu, aku berniat dengan sengaja untuk
melipat gandakan harta yang kumiliki dengan cara bersedekah. Kudatangi
pesantren pesantren yang didalamnya ada anak anak yatim. Kuberikan setiap
pesantren seratus juta. Namun sampai saat ini uangku belum juga bertambah, yang
ada malah terkikis, padahal jika di total, uang yang kusedekahkan telah lebih
dari satu miliyard. Aku mulai meragukan akan keajaiban sedekah. Dan disaat
keraguanku mulai menguat. Aku bermimpi, bumi ini gonjang ganjing seperti
kiamat. Gempa bumi yang sangat dahsyat membuat hamper seluruh bangunan runtuh
dan merata dengan tanah. Seluruh harta dan kekaya’anku musnah tertelan bumi.
Tersisa hanya apa yang ada dalam genggamanku. Kuhitung jumlahnya persis satu
miliyard. Kulihat disekelilingku ada
sekitar sepuluh rumah yang tetap kokoh. Didalamnya banyak sekali anak anak
kecil. Mereka melambaikan tangannya memanggilku. Keadaan itu sangat membuatku
takut. Aku diam dan jongkok sambil bersedekap. Tiba tiba ada seorang kakek tua
berjanggut panjang dan berjubah putih dating menghampiriku;
“jangan takut wahai anak muda. Ini adalah hari kiamat. Semua
harta yang ada di bumi ini akan musnah, lenyap dan sirna kacuali harta yang
digunakan untuk bersedekah. Rumah rumah
yang tetap kokoh berdiri itu adalah pesantren pesantren yatim yang pernah kau
sumbang dahulu. Anak anak kecil yang memanggilmu itu adalah anak anak yatim
yang cintai dengan sedekahmu. Dan uang yang ada dalam genggamanmu itu adalah
uang yang pernah kau sedekahkan.” Ujar kakek tua yang berdiri tepan
dihadapanku.
“tapi bukankah sedekah yang telah kuberikan dahulu lebih
dari satu miliyard wahai bapak tua?” tanyaku.
“benar, akan tetapi sedekahmu yang pertama itu telah Allah
balas ketika engkau masih hidup di bumi dengan keuntungan lima puluh miliyard
yang kau dapatkan. Sedangkan satu miliyard yang kau sedekahkan selanjutnya,
belum sempat Allah balas, karena masih
dalam genggamanmu.”
“tapi mengapa Allah tidak lekas megambilnya dari genggamanku
akan sedekh ini?”
“karena engkau
bersedekah bukan lantaran ketulusanmu kepada anak anak yatim, melainkan
keuntungan materi yang ingin kau dapatkan dari sedekah itu. Engkau bukan
bersedekah, tapi berjudi. Sedekahmu yang hanya satu, berharap mendapat sepuluh,
atau tujuh ratus atau malah jekpot. Meskipun Allah akan membalasnya demikian
atas setiap sedekah, tapi Allah hanya akan membalas berdasarkan kehendakNYA bukan karena kehendakmu.”
“lalu untuk apa uang satu miliyard yang ada dalam
genggamanku ini?”
“engkau bias tukarkan dengan pahala yang bias menutupi dosa
dosamu wahai anak muda!”
Setelah berbicara demikian, kakek tua itu pergi
meninggalkanku. Lalu aku bergegas pergi menghampiri anak anak kecil yang
memanggilku tadi. Subhanallah, didalam rumah itu, aku diperlakukan seperti raja
oleh setiap orang yang berada didalamnya.
Suara azan subuh membangukan tidurku. Selesai sholat subuh.
Kuraih laptopku dan kutuliskan kisah ini untuk anda. Semoga bermanfaat. Salam
hangat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar