“Sekh, dahulu panjengan pernah sendiko bahwa jika masih ada
orang yang rambutnya gimbal, acak acakan dan tidak ter-urus, maka, itu bukan
salah tukang cukur, apalagi menganggap tukang cukur tidak ada. Itu salah dia
sendiri, kenapa ndak mau datang ketukang cukur. Padahal kalau ia mau datang dan
meminta tolong tukang cukur, maka rambutnya pasti akan dirapikan dan
penampilannya akan dibuat sebaik mungkin.” Ujar kisemprul kepada gurunya yang
sedang menghitung recehan koin uang sedekah dari kotak amal.
“hemmm….” Ujar sekh singkat sambil terus mengulum sebatang
rokok dibibirnya.
“begitu pula halnya dengan orang yang terus terusan menderita. Yang hidupya terus terusan susah. Yang hutangnya tingkat lima alias bertumpuk tumpuk. Yang ndak pernah selesai menghadapi masalah. Kelar satu masalah, menyusul masalah yang lainnya. Itu bukan salah Allah. Apalagi menganggap Allah tidak ada. Itu salah dirinya sendiri. Kenapa ndak mau datang ke gusti Allah. Kalau saja ia mau datang dan menghadap gusti Allah, pastinya gusti pengeran akan selesaikan penderita’annya serta menjadikan kehidupannya lebih baik. Hutangnya beres. Paspornya ketebus. Suaminya balik. Dateng jodoh yang soleh. Wah, pokoknya de’el’el dah. Gitu kan sekh?”
“hemmm….!”
“terus kalau yang rabutnya gimbal dan acak acakan itu ndak
tahu tempat serta alamat tukang cukurnya, gimana sekh?”
“ya nanya!” jawab sekh sambil nyepulin asep rokok dari
mulutnya.
“nanya sama siapa sekh?”
“nanya sama yang tau dong. Jangan nanya sama sembarang
orang. Nanti diunjukin tempat dan alamatnya tukang potong rumput, jadi malah
bahaya. Bisa bisa lehermu kegunting.” Sekh menyeruput kopinya dan menarik dalam
dalam asap rokoknya. “begitu juga buat mereka yang tak tahu cara menghampiri
Allah. Jika mereka ingin datang menghadap dan berdoa kepada Allah, musti nanya
sama yang ahlinya, jangan sama sembarang orang. Nanti jangan jangan malah dukun
yang ditanya. Sebab zaman sekarang ini dukun dan kiyai bedanya tipis banget
prul. Mereka sama sama pake sorban dikepala. Sama sama pake mantra arab. Wis,
pokoknya mirip abis dah.”
“lah terus ngebedainnya gimana sekh?”
“halah, itu sih gampang prul. Liat aja, kalau ganjen, itu
dukun. Sebab kiyai mah ndak ada yang lenjeh. Ndak genit! Wis, sana gawe’no aku
wedang jahe!”
Kisemprul bergegas berdiri untuk membuatkan wedang jahe
permintaan gurunya. Sambil ngegeprekin jahe, kisemprul nyerocos. “aku ingat
dahulu waktu aku tinggal di wilayah kumuh. Ada tukang cukur keliling kampung.
Itukan artinya orang jadi ndak perlu nyamperin dan nyari tukang cukur lagi sekh.
Apa Allah ndak bisa seperti tukang cukur keliling kampung itu aja, biar orang
yang ndak tahu tempat dan cara utuk bertemu dengan Allah, bisa mudah
mendapatkannya.”
“lah, memang itu yang dilakukan Allah prul. Pada kalangan
tertentu, DIA akan berkeliling menawarkan bantuan kepada manusia yang
bermasalah. Seperti tukang cukur yang keliling kampung. Itukan hanya untuk
kalangan orang orang miskin saja. Bukan untuk kalangan orang orang kaya.
Lagipula, sepertinya, kalau tukang cukur
kampung itu kelilingnya ke perumahan real estate, tidak akan ada yang mau cukur
dibawah pohon samping got kan?
Allah selalu keliling menawarkan bantuan kepada orang orang
mskin yang bermasalah. Sepertinya Allah
memang lebih mencintai orang orang miskin ketimbang orang kaya, sehingga
simiskin lebih diprioritaskan ketimbang sikaya. Itulah sebabnya rasulullah
berdoa agar dirinya dijadikan sebagai orang miskin dan masuk kedalam golongan
orang miskin serta kumpul bersama mereka. Rupanya rasulullah tahu bahwa Allah
sering berkunjung kepada orang orang miskin.”
“tapi kok kenapa orang miskin yang sering dikunjungi Allah
itu tetap dalam keadaan miskin?”
“Allah itukan hanya sekedar mengunjungi, nah, si miskinnya
minta tolong apa ndak? Kalau kunjungan Allah itu di cuekin aja, wajar, bila
keada’annya tetap miskin. Sopo sing njaluk, ya di ke’i. sing oora njaluk,
buabahno kono kono.” Sekh konidin menjilat beberapa jarinya untuk meneruskan
hitungan duit kertas agar tidak licin. “….. sama saja seperti tukang cukur
keliling yang menawarkan bantuan jasa potong rambut kepada orang orang, tapi
toh ternyata banyak juga orang yang rambutnya awut awutan tetap tak mau potong
rambut. Begitupula orang orang miskin yang lebih diutamakan Allah untuk
mendapatkan pertolonganNYA, tapi masih banyak simiskin yang belagu dan songong,
seakan tak butuh bantuan Allah. Ya akhirnya mereka terus saja ditimpa kemelut
hidup.
Lagi pula, apa bedanya kaya dan miskin. Itu hanya sebutan
saja prul. Yang banyak harta dibilang kaya dan yang hartanya Cuma secuil,
disebutnya miskin. Tapi kan itu tidak menjamin seseorang merasa bahagia. Sebab
bahagia itu urusan rasa. Urusan hati prul. Beda dengan harta yang hanya menjadi
urusan badan pada diri manusia. Ketika Allah telah menanamkan kebahagiaan di
jiwa seseorang, maka ia akan merasa tenang dan tentram. Hatinya damai. Jiwanya
tegar. Hari harinya indah. Tak ada sedih dan takut, apalagi sekedar khawatir.
Problematika sebesar apapun, bagaikan seperti angin lalu saja. Hujanbadai ,
bagaikan gerimis saja. Kalau ada yang bilang bahwa banyak harta merupakan
potensi besar untuk bisa mudah mendapatkan kebahagiaan, itu keliru. Salah
kaprah dan ngawur!!! Tidak ada hubungannya antara harta dengan kebahagiaan.”
“ya pasti ada dong sekh. Orang kaya bisa banyak sedekah,
sementara orang miskin, boro boro sedekah, buat makan aja susah!”
“hey, Allah ndak lihat seberapa besar sedekah seseorang.
Yang Allah lihat itu adalah tingkat kemampuan dan keberanian seseorang. Kalau
orang kaya sedekah satu juta, belum tentu pahalanya lebih besar dari si miskin
yang Cuma sedekah serebu. Sebab bagi si kaya, baragkali uang sejuta tidak
terlalu berarti, sedangkan simiskin, serebu saja bisa buat makan sekeluarga.
Jadi pengorbanan-nya itu loh yang jadi penilaian Allah. Lagian, sedekah itu
bukan hanya dengan harta kan? Bisa sedekah ilmu, sedekah senyum, dan malah ada
juga modelnya yang sedekah suami loh prul”
“sedekah suami, maksud njenengan?”
“lah iya toh, kali aja ada istri yang mau berbagi suami
dengan wanita lainnya. Itu juga kan sedekah prul. Malah pahalanya gede banget
loh. Jaminannya syurga…!!!”
“halaaahhhh….. bilang aja mau kawin lagiiii……” ujar nyai
bodas, istri sekh yang tiba tiba muncul dari belakang . “wong punya istri satu
saja, baru ronde pertama udah ‘ngelempreg’, bagaimana mau kawin lagi??? Coba
lihat tuh kandang sapi sebelah rumah kita! Sapinya si paijo aja sehari bisa
lima kali ‘begituan’. Njenengan apa kuat kaya gitooo???” kata bunyai lagi
sambil mendelik
Wajah sekh mulai merah mendapat sindiran sedemikian rupa.
Hatinya ‘ng-gettem’. Ditambah lagi kisemprul ikut manas manasin. “betul bu
nyai. Malah sapi amerika, sehari bisa sepuluh kali ‘begituan’ loh!”
“massssa sih prullll…..???” ujar bunyai dengan ujung lidah
nempel digigi atasnya bernada ngejek sambil matanya melirik kearah sekh konidin
yang makin panas.
“hey prul, sepuluh kali itu dengan betina yang sama atau
beda beda betinanya?” sekh angkat
bicara.
“ya jelas beda beda dong sekh betinanya”
“tuh bun, beda beda betinanya. Boleh ndaaakkk…???” ujar sekh merasa menang. Mendapat serangan
balik yang tak pernah terduga, bunyai jadi kikuk tingkat tiggi. Wajahnya merah
padam campur malu. Tingkahnya jadi salah salah alias salah tingkah.
“lah iya juga ya, pantes aja ronde pertama langsung
‘ngelempreg’ wong betinanya Cuma satu.” Saut kisemprul sambil menghampiri sekh konidin
dengan membawa wedang jahe sangat hati hati karena masih sangat panas.
“lambemuuuu, nek ngomong yo disariiing….!!!” Ujar bunyai
kesal dengan merapatkan gerahamnya, sambil tangannya menarik bibir kisemprul.
Karuan saja keadaan kisemprul jadi hilang keseimbangan. Wedang jahe panas yang
dalam pegangannya terpaksa harus tumpah tepat mengenai sekh konidin yang masih
duduk menghitung uang. Sekh kaget, suara hitungannya spontan jadi keras. “one,
two, tree, pat, mo, nem, pituw, wolu….. halaaah…!!!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar