Seperti
biasanya, usai shalat shubuh berjamaah di masjid, Kanjeng Sekh konidin
memberikan tausiyah kepada para santrinya sebagai bekal petunjuk hidup baik di dunia
maupun akhirat. Karena Sekh merasa bahwa sebetulnya yang dibutuhkan manusia itu
adalah sebuah petunjuk. Ya, petunjuk yang dapat memudahkan seseorang melakukan
apapun hingga tujuannya bisa tercapai dengan mudah. Banyak orang menyebutnya
dengan ilmu. Terserah, mau ilmu kek, mau petunjuk kek, apapun namanya, yang
pasti ia akan menjadi bekal kebahagiaan manusia. Maka tiada pernah bosan Sekh
memanjakan santrinya dengan ilmu yang beliau tuangkan di setiap awal pagi itu.
“wahai
anak-anakku, bahwa Allah tidak akan menerima ibadah puasamu ini jika engkau tidak
memaafkan kesalahan saudara muslim-mu yang lain. Bagaimanapun kejinya perbuatan
mereka. Maafkanlah. Dan bila mereka jadi membabi buta kekejiannya terhadap
dirimu lantaran telah engkau maafkan setiap kesalahannya, biarkanlah. Teruslah
memaafkannya. Sebab dengan demikian, dia akan hancur luluh lantak dan musnah
dengan sendirinya bersama derita yang
tiada tara akibat ketulusanmu yang selalu memaafkan segala kesalahannya. Kecuali
jika ia mau bertaubat dan berbenah diri kemudian mengakui segala kesalahannya
padamu dan meminta maaf.”
“Nyuwun
sewu Sekh....” Gus Murak terlihat mulai angkat bicara. “Jika ‘maaf’ yang kita
berikan kepada orang zalim hanya untuk memusnahkannya, bukankah berarti kita
termasuk keji juga karena berusaha membalas kekejian meski dengan cara
memaafkan. Dengan kata lain, memaafkan dijadikan senjata untuk menghancurkan
manusia. Adakah manfaat lain buat diri sendiri saat kita memaafkan orang yang
zalim pada kita?”
“Ya
jelas toh leee.... Karena rasa benci itu adalah pembunuh yang sangat mematikan,
maka memaafkan kesalahan orang lain, merupakan upaya untuk menghalau rasa benci
yang muncul dari diri kita akibat kita dizalimi orang. Kebencian itu seperti orang menguap. Mudah
menular. Jika kamu melihat orang nguap, secara reflek kamu akan tertular dan
merasa ingin menguap juga. Kecuali jika kamu tahan untuk tidak menguap. Begitu
juga disaat orang menzalimi kita, jika tidak lekas sadar dan menahan diri
dengan memaafkannya, maka kita akan tertular kebenciannya dan kembali balas
membenci. Itu artinya, akibat perbuatan orang, kita terkena dampaknya. Rasa
benci yang tumbuh dalam hati kita terhadap orang tersebut akan membunuh diri
kita sendiri. Istilahnya orang makan nangka, kita kena getahnya. Jadi memaafkan
kesalahan orang lain adalah perisai untuk menyelamatkan diri kita sendiri dari
kehancuran,” jelas Sekh Konidin.
Pengajian
selesai. Ki Semprul belum juga terlihat. Lalu Sekh bertanya kepada seluruh
santri.
“Kemana
Ki Semprul? Apakah semalam dia sahur
bersama kalian?”
Semua
santri menunduk dan merasa malu untuk membuka aib temannya sendiri, meskipun
yang bertanya adalah guru besarnya. Bahkan saaaaangat buwesarr...
Setelah
menutup pengajian dengan salam, Sekh bergegas menuju kamar Ki Semprul. Tidak
ketinggalan murid setianya Gus Murak yang selalu berada di bayang-bayang Sekh.
Dari kejauhan, terlihat Ki Semprul sedang membawa piring menuju dapur.
“Lohhh...!!!”
ujar Gus Murak menunjuk kearah Ki Semprul reflek dan langsung tutup mulut. Ia
merasa sungkan kepada gurunya atas perbuatan sahabatnya. Membawa piring menuju
dapur. Buat apa, kalau bukan kepingin makan. Ki Semprul sudah terlihat menyerok
nasi dari bakul sisa sahur tadi malam. Dan ketika nasi serta lauk sudah
dipiring, ki Semprul siap untuk melahapnya. Sekh berlari menghampiri Ki Semprul.
Namun sayang, sepulukan nasi sudah mendarat di bibirnya. Sekh Konidin langsung
menginjak kaki Ki Semprul dengan sangat keras. Karuan saja mulut Ki Semprul jadi
terbuka kembali yang baru saja tertutup ingin mengunyah nasi.
“Huwaaaaaa.....!!!”
teriak Ki Semprul. Nasi yang hampir tertanam dalam mulutnya, mendadak
berhamburan keluar. Piring dalam genggamannya terlempar karena reflek Ki Semprul mengangkat kedua tangannya seperti orang yang menyerah saat ditodongkan pistol ke jidatnya.
“Dasar
ga tau malu. Bulan ramadhan, pagi-pagi udah sarapan...!” bentak Gus Murak.
“Hustt...
jangan membentak begitu, barangkali temanmu ini lupa. Toh orang puasa, kalau
dia lupa dan kemudian makan, maka puasanya tidak batal. Tetap sah, asalkan
begitu ingat, langsung dilepehin dan berkumur,” kata Sekh.
“Kalau
lupanya sampai habis dua piring, gimana Sekh?” tanya Gus Murak yang sebetulnya
ngeledek Ki Semprul.
“Ya
ndak apa-apa toh, namanya juga lupa. Lanjutkan saja puasanya,” ujar Sekh. “Dan
kamu ini juga lupa kan Prul?” lanjut Sekh bertanya kepada Ki Semprul.
“Engngng....
anu Sekh... semalam aku mimpi junub, terus ndak sahur dan bangunnya kesiangan.
Jam setengah tujuh baru shalat subuh. Jadi pasti puasaku ndak sah kan Sekh. Ya
mending aku sarapan aja,” Ki Semprul beralasan.
Mendengar
pernyataan tersebut, Gus Murak menjadi geram. “Makanya kalau shubuh tuh, ikut
ngaji. Biar ndak miskin ilmu kaya gini ini....”
“Iyaa,
iyaaa.....”
“Prul,
ada beberapa hal yang harus kamu dengar dan tulis dalam otakmu baik-baik.
Pertama, jika kamu mimpi junub dan
bangun kesiangan sampai tak sempat sahur, maka cukup bagimu lekas mandi junub
dan shalat subuh kemudian lanjutkan puasamu. Bahkan meskipun kamu bermimpi
junub di siang hari. Puasamu tidak batal dan teruskan berpuasa. Kedua, jika di siang hari kamu lupa sehingga
makan sampai habis sepiring muncung dan setelah kenyang, kamu baru ingat bahwa
kamu sedang berpuasa, maka itu adalah rezeki dari Allah dan lanjutkan puasamu.
Ketiga, karena kamu adalah tukang masak
di pondok ini, maka jika kamu ragu, apakah masakan ini sudah diberi garam atau
belum, kamu boleh mencicipi makanan tersebut, lalu dikeluarkan kembali dari
mulutmu. Itu juga boleh, asalkan jangan sampai tertelan. Dan Allah maha tahu
apa niatmu dalam mencicipi makanan. Jadi tidak ada alasan bagi orang lelaki
yang meninggalkan puasa. Begitu pula dengan wanita, mereka boleh tidak puasa
jika dalam keadaan menstruasi atau nifas, serta sakit atau sedang pergi dengan
jarak yang jauh.
Hal
ini berlaku untuk puasa sunnah maupun wajib. Cuma bedanya, kalau puasa sunnah,
niatnya paling akhir sebelum zuhur. Sedang niat puasa wajib, paling akhir di waktu
imsak. Jadi jika sampai datang waktu imsak, masih juga belum sempat niat puasa
fardhu, maka tidak sah puasanya,” terang sekh konidin. “Ya sudah, sekarang kamu
lanjutkan puasamu. Oh iya, jangan lupa nanti siang kamu belanja ke pasar buat
persiapan buka puasa santri ya! Di ‘kandani’ (dibilangin) malah cengar cengir,
prangas pringis kaya wong kremian,” lanjut konidin. Karuan saja Ki Semprul prangas pringis, lantaran kaki Sekh Konidin belum berpindah dari atas kaki Ki Semprul sejak mendarat tadi.
“He he he…. Iya Sekh, aku lanjutkan puasaku. Tapi anu Sekh… anu….” ujar Ki Semprul kepada Sekh sambil cengengesan menunjuk kakinya yang
masih terinjak.
Puasa berbeda dengan ibadah-ibadah yang lainnya. Ia sangat istimewa sekali. Bahkan
sabda Rasulullah, bahwa bau mulutnya
orang yang berpuasa lebih hebat daripada wangi kasturi. Sebab, minyak kasturi
hanya berfungsi menutupi dan mengelabui bau busuk yang dimunculkan oleh
bakteri. Sedangkan bau bacin mulut orang yang berpuasa merupakan indikasi atau
tanda bahwa bakteri dan microba yang ada dalam tubuh manusia, musnah tergilas
oleh panas suhu tubuh dan remasan lambung orang berpuasa. Artinya, kondisi
tubuh terutama perut orang berpuasa, telah menjadi steril dan bersih dari
bakteri dan microba jahat yang dapat mengganggu stabilitas kesehatan manusia.
Jadi makin bau mulut seseorang yang sedang berpuasa, berarti makin bersih
tubuhnya dari toksin dan racun serta bakteri.
Hari menjelang sore, Sekh Konidin dan istrinya sedang
mempersiapkan bahan masakan buat buka puasa nanti. Yang diharap-harap, akhirnya datangnya juga. Ki Semprul membawa segala bahan masakan buat buka
sekaligus sahur besok. Namun jiwa seorang
ibu dari istri Sekh, tergugah, tatkala melihat
Ki Semprul yang terlihat begitu payah dan
lemah sepulang dari pasar.
“Duh Gusti, Pruuullll, wajahmu pucat sekali. Kamu puasa ya nak? Mbokyo kalau ndak
kuat, lebih baik buka saja. Daripada nanti ada apa-apa…….!” ujar istri Sekh yang biasa dipanggil Bunda.
“Hallaaaah…. Kolokan…! Tanggung, sudah jam empat sore. Bentar lagi
maghrib. Mending istirahat sana, daripada buka puasa,” bentak Sekh.
“Bun, kayanya aku masuk udara nih….” rengek Ki Semprul manja.
“Masuk angin kaleeee….” protes Bunda.
“Bwuoooh…. Wong deso kepingin bicara dengan menggunakan bahasa Indonesia
yang baik dan mendingan, ya begitu ituw.
Ga pantessss Pruuull….!!!” Ledek Sekh Konidin. Kemudian Sekh mengambil bawang merah dan
minyak jelanta untuk ‘ngeborehi’ badan Ki Semprul guna
mengusir angin. Dan benar saja, rupanya angin mulai merasa terusir oleh ramuan
dan borehan tangan Sekh. Ki Semprul mulai glegekan. Dan tiba-tiba……
“Khoeeeekkhhh……!!!” Ki Semprul muntah. Namun alangkah
terkejutnya Sekh Konidin dan istrinya, ketika melihat muntahan yang keluar dari mulut Ki Semprul. Bakso yang masih bulet-bulet. Malah mie-nya ikut keluar dari lubang hidung Ki Semprul. Barangkali akibat makan bakso ngumpet-ngumpet dan terburu-buru agar tidak diketahui orang lain, akhirnya Ki Semprul langsung menelannya tanpa dikunyah. Yaas Salaaaammmm……!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar