Sabtu, 20 April 2013

Sedekah yang Aneh


Awalnya ‘bermain’ saham hanya pekerjaan sambilanku saja. Tapi rupanya setelah kugeluti beberapa tahun, rupanya menarik juga untuk ku jadikan sebagai pekerjaan pokok disamping mengurus beberapa perusahaan yang kudirikan sebelumnya. Pada tahun 2012, sahamku anjlok parah.kerugianku mencapai miliaran rupiah. Namun karena aku terlanjur cinta dengan aktivitasku di bursa efek Jakarta, maka ku jual beberapa asset, termasuk perusaha’anku untuk sekedar menambah modal sahamku. Namun bukannya untung yang kudapat. Sudah perusaha’anku ludes, mobil dan semua tabunganku lenyap, nominal saham yang kupunyapun hanya tinggal hitungan ratusan juta saja.
Mungkin ini dampak dari krisis eonomi dunia yang semakin mengkhawatirkan.
Kudengar dari teman brokerku, bahwa kejadian krisis itu telah membuat beberapa orang pemain saham mati karena bunuh diri. Sepertinya hal demikian sudah menjadi berita lazim dalam dunia saham. Mereka yang bangkrut akan putus asa dalam hidup, bahkan tidak jarang yang mengakhiri hidupnya. Untung aku pernah mengecam pendidikan agama di pesantren selama beberapa tahun, sehingga bagaimanapun setresnya aku dalam menghadapi masalah, Allah selalu menjadi sandaranku. Ditambah lagi, Allah telah mengaruniai aku seorang istri yang sabar dan solehah.  Sehingga aku tetap mau bertahan hidup walau rasanya sudah seperti berada dalam neraka.
Hamper seluruh kekaya’anku habis akibat kerugian besarku di pasar modal. Tinggal beberapa ratus juta saja. Istriku menawarkan hidup apa adanya di sebuah desa yang nyaman dan asri. Setelah berfikir beberapa waktu. Aku sepakat untuk tinggal didesa, dekat rumah mertuaku. Kujual rumah yang dijakarta utuk membangun rumah sederhana di desa.
Tiba tiba, aku teringat akan sahamku yang masih tersisa di bursa efek. Aku memohon izin pada istriku untuk menjual semua sahamku dan men-sedekahkannya kepada pesantren yatim. Luar biasa! Dengan senyum terulas dibibir, istriku bukan hanya menyetujuinya, tapi ia juga menyerahkan gelang emasnya buat ongkosku menuju Jakarta.
Kuberikan seluruh hasil penjualan sahamku kepada salah satu pesantren yatim. Lalu aku pulang ke rumah baruku dengan rasa puas yang tak terhingga. Stressku spontanitas hilang. Beban yang selama ini membuat sesak nafasku juga sirna. Aku seperti mendapatkan hidup baru setelah bersedekah itu.
Seminggu kemudian, aku mendapat telepon dari temanku sesame pengusaha dahulu. Ia bermaksud menjual perusaha’annya sebesar seratus lima puluh miliyard. Kukatakan kepadanya bahwa aku sudah tinggal didesa dan tidak mau lagi berhubungan dengan segala jenis usaha apapun. Tapi ia tetap memohon kepadaku untuk mempresentasikan keadaan perusaha’annya di calon pembeli dari jerman.
Setelah ku bicarakan kepada istriku, ia malah memintaku untuk mencoba menolong temanku itu. Beberapa hari kemudian, aku bersama temanku terbang ke jerman untuk melakukan tugasku.  Setelah kumohon pertolongan dari Allah untuk segala kebaikan, aku mulai mempresentasikan perusahaan temanku dihadapan calon pembeli. Dan kurasakan kebesaran Allah. Lidahku lancer sekali dalam berbicara. Anehnya lagi, calon pembeli itu seakan tercengang mendengar uraianku. Sampai akhirnya ia bertanya berapa harga yang akan ku bandrol untuk perusahaan tersebut.
“dua ratus lima puluh miliyard!” kataku. Namun setelah bernegoisasi panjang, akhirnya perusaha’an itu terjual dengan harga dua ratus miliyard. Temanku terkejut luar biasa. Namun sesuia kesepakatan awal, akhirnya temanku memberikan kelebihan penjualan itu kepadaku.
Allahuakbarrr…!!! Hanya dalam kurun waktu dua bulan, Aku mendapat untung  sebanyak lima puluh miliyard. Tidak hanya itu, sebagai tanda terimakasih, temanku membuatkan rumah buatku didesa yang besarnya sepuluh kali lebih besar dari rumahku dahulu di Jakarta.
Aku merasa, semua yang kudapatkan ini tidak lain karena sedekah yang kuberikan kepada pesantren yatim kala itu. Aku mulai berfikir, sepertinya saham yang lebih menguntungkan bukanlah saham di bursa efek Jakarta itu. Tapi saham kepada Allah dengan cara bersedekah.
Dari pengalaman itu, aku berniat dengan sengaja untuk melipat gandakan harta yang kumiliki dengan cara bersedekah. Kudatangi pesantren pesantren yang didalamnya ada anak anak yatim. Kuberikan setiap pesantren seratus juta. Namun sampai saat ini uangku belum juga bertambah, yang ada malah terkikis, padahal jika di total, uang yang kusedekahkan telah lebih dari satu miliyard. Aku mulai meragukan akan keajaiban sedekah. Dan disaat keraguanku mulai menguat. Aku bermimpi, bumi ini gonjang ganjing seperti kiamat. Gempa bumi yang sangat dahsyat membuat hamper seluruh bangunan runtuh dan merata dengan tanah. Seluruh harta dan kekaya’anku musnah tertelan bumi. Tersisa hanya apa yang ada dalam genggamanku. Kuhitung jumlahnya persis satu miliyard. Kulihat  disekelilingku ada sekitar sepuluh rumah yang tetap kokoh. Didalamnya banyak sekali anak anak kecil. Mereka melambaikan tangannya memanggilku. Keadaan itu sangat membuatku takut. Aku diam dan jongkok sambil bersedekap. Tiba tiba ada seorang kakek tua berjanggut panjang dan berjubah putih dating menghampiriku;
“jangan takut wahai anak muda. Ini adalah hari kiamat. Semua harta yang ada di bumi ini akan musnah, lenyap dan sirna kacuali harta yang digunakan untuk bersedekah.  Rumah rumah yang tetap kokoh berdiri itu adalah pesantren pesantren yatim yang pernah kau sumbang dahulu. Anak anak kecil yang memanggilmu itu adalah anak anak yatim yang cintai dengan sedekahmu. Dan uang yang ada dalam genggamanmu itu adalah uang yang pernah kau sedekahkan.” Ujar kakek tua yang berdiri tepan dihadapanku.
“tapi bukankah sedekah yang telah kuberikan dahulu lebih dari satu miliyard wahai bapak tua?” tanyaku.
“benar, akan tetapi sedekahmu yang pertama itu telah Allah balas ketika engkau masih hidup di bumi dengan keuntungan lima puluh miliyard yang kau dapatkan. Sedangkan satu miliyard yang kau sedekahkan selanjutnya, belum sempat Allah balas, karena masih  dalam genggamanmu.”
“tapi mengapa Allah tidak lekas megambilnya dari genggamanku akan sedekh ini?”
“karena engkau  bersedekah bukan lantaran ketulusanmu kepada anak anak yatim, melainkan keuntungan materi yang ingin kau dapatkan dari sedekah itu. Engkau bukan bersedekah, tapi berjudi. Sedekahmu yang hanya satu, berharap mendapat sepuluh, atau tujuh ratus atau malah jekpot. Meskipun Allah akan membalasnya demikian atas setiap sedekah, tapi Allah hanya akan membalas berdasarkan kehendakNYA  bukan karena kehendakmu.”
“lalu untuk apa uang satu miliyard yang ada dalam genggamanku ini?”
“engkau bias tukarkan dengan pahala yang bias menutupi dosa dosamu wahai anak muda!”
Setelah berbicara demikian, kakek tua itu pergi meninggalkanku. Lalu aku bergegas pergi menghampiri anak anak kecil yang memanggilku tadi. Subhanallah, didalam rumah itu, aku diperlakukan seperti raja oleh setiap orang yang berada didalamnya.
Suara azan subuh membangukan tidurku. Selesai sholat subuh. Kuraih laptopku dan kutuliskan kisah ini untuk anda. Semoga bermanfaat. Salam hangat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar