Cover story
Seorang gadis desa yang cantik nan jelita, sebut saja ia
bernama Sukma. Telah banyak dilamar oleh lelaki, baik dari kampungnya sendiri
maupun dari tetangga kampungnya. Kendati usia Sukma baru meginjak enam belas
tahun, namun tubuhnya bongsor dan
sintal. Pantas jika banyak lelaki yang
tergila gila padanya. Ibarat kata, hanya lelaki ‘buta’ yang tak ingin memiliki
dirinya. Namun, Sukma memiliki prinsip hidup sendiri. Kendati sekolahnya hanya lulusan
SD. Tapi kecerdasan bathiniyahnya melebihi kebanyakan orang yang telah sarjana.
Barangkali ini efek atau dampak dari rajinnya Sukma mengikuti majlis taklim
yang diadakan di musholah musholah kampunngnya.
Memang demikian toh, menuntut ilmu itu tidak harus di kelas kelas
formal, tapi bisa dimana saja. Apalagi biasanya, ilmu yang disodorkan di majlis
ta’lim lebih bicara tentang kehidupan dan akhlaq. Sebuah ilmu yang jarang
sekali bisa didapatkan di kelas kelas formal sekalipun.
“aku ingin hidup bermanfaat bagi sebanyak banyaknya manusia”
demikian gumam bathinnya yang disampaikan pada orangtuanya disaat banyak lelaki
datang untuk melamar. “sebab jika aku telah menikah, hidupku akan terfokus
untuk suami. Maka sebelum aku menikah, akan ku puaskan dahulu diriku untuk
menebar mannfaat buat ummat manusia” demikian lanjutnya. Dan, Luar biasa, orangtua Sukma pun mentolelir bahkan menyambut
baik cita cita Sukma.
Suatu ketika, Sukma minta izin kepada orangtanya untuk
bekerja di hongkong dengan alasan yang sangat classic dan standar seperti
kebanyakan alasan para wanita yang bekerja di hongkong lainnya. Ia ingin
membantu kedua orangtuanya dalam hal perekonomian. Kendati merasa keberatan,
namun akhirnya kedua orangtua suma mengizinkan. Singkat cerita, Sukma berangkat
juga kehongkong setelah melalui beberapa prosedur yang harus ia lewati sebagai
Buruh Migran Indonesia.
Sejak ia tahu bahwa di hongkong banyak dan sering
diadakannya pengajian ta’lim, Sukma aktif megikuti pengajian pengajian
tersebut. Dari pengajian satu berpindah ke pengajian lainnya. Sampai pernah
temannya menegur; “kamu ini ikut organisasi apa sih, kok semuanya di hadiri?”
“aku ingin belajar tentang Islam dan tentang hidup, bukan
ingin belajar berorganisasi. Maka aku tidak mencari organisasi mana yang paling
hebat. Selama organisasi itu mengajarkan tentang akhlaq dan hidup, maka aku
akan datang kepadanya. Dan ternyata, hampir semua organisasi mengajarkan hal
demikian.” Jawab Sukma bijaksana.
Kegigihannya menuntut ilmu dinegri orang membuat Sukma makin
terkesan ‘bersinar’. Karena setiap ia mendapatkan ilmu baru, ia praktekan dalam
hidupnya. Meski pernah ia terjerembab kedalam sebuah polemic yang sangat luar
biasa.
Sukma ingin sekali bisa menolong orang lain yang sedang
dalam kesulitan dan membutuhkan pertolongan. Ditambah lagi iming iming pahala
yang sangat besar saat bisa membantu orang. Seorang teman datang padanya sambil
menangis.
“Sukma, ibuku sakit parah. Beliau harus segera di operasi.
Jika tidak, beliau akan menemui ajalnya. Bantulah aku! Pinjamilah aku uang
untuk biaya operasi ibuku!”
“tapi aku tidak punya uang sebanyak itu neng!”
“kamu kan masih punya paspor. Aku bisa pinjam paspormu untuk
kugadaikan ke bank. Dan akan kubayar menyicil setip bulannya kepadamu.”
Setelah sejenak berfikir, akhirnya Sukma menyetujui
permintaan temannya itu. Namun baru saja seminggu, Sukma mendengar khabar bahwa
temannya tersebut telah kabur pulang kampung dan tak akan pernah kembali.
Mendengar berita itu, Sukma terkulai lemas sambil menitiskan air mata.
Terbayang sudah dalam otaknya akan gaji bulanannya yang hanya tersisa sedikit
guna membayar cicilan ke pihak bank. Syetan menyeruak masuk kedalam bathin
Sukma dan mulai menghujat Allah.
Benaknya mengutuk bahwa Allah telah berbuat tidak adil pada dirinya. Ibadah
telah ia jalankan, berbuat baik kepada sesama manusia telah di lakukan, namun
mengapa balasannya malah seperti ini. Sukma mengeluh kepada orangtuanya dirumah
melalui handphone. Namun malah dijawab
oleh orangtuanya bahwa tidak ada suatu kejadian yang datang dari Allah dan
menimpa hambaNYA kacuali malah akan membawa kebaikan buat hamba tersebut. Kesadaran
iman sukma muai dating, sehingga kendati ia merasa kesal kepada Allah, Sukma tetap
menghadiri pengajian agama yang hampir setiap minggu diadakan dihongkong. Ia
ingin mengetahui kebaikan apa sebetulnya yang terkandung didalam deritanya itu
akibat tertipu temannya.
Lama Sukma tak mendapatkan jawaban, sampai hutang di bank
pun hampir selesai. Ketika majalah irsyad mengadakan pengajian akbar di
hongkong. ia mendengar suatu nasehat yang sangat menghujam tepat kedalam
dadanya yang ternyata selama ini ia telah berbuat salah.
“laa yukallifu nafsan illa wus’aha. Allah saja tidak akan
pernah memberikan sebuah beban kepada hambaNYA jika hamba itu tidak sanggup
melakukannya. Panjenengan semua boleh
dan sangat dianjurkan untuk menolong orang lain. Tapi itupun harus sesuai
dengan kemampuan njenengan. Jika merasa tak mampu, jangan memaksakan diri. Itu
namanya mendzalimi dirinya sendiri. Kalau uang njenengan tidak cukup buat minjemi
teman njenengan, ya ndak perlu harus menggadaikan sesuatu milik njenengan hanya
untuk alasan menolong.”
Merasa tersentuh oleh kata kata sang ustadz, Sukma memberanikan
diri untuk datang menemui ustadznya dan bertanya tentang masalahnya seusai
pengajian.
“pak kiyai, betapa menderitanya hidup saya selama tiga tahun
belakangan ini. Selain gaji saya habis untuk mencicil hutang teman saya, sebentar
lagi masa kontrak kerja sayapun akan habis. Apa yang harus saya lakukan pak
kiyai?” Tanya Sukma sambil menangis dihadapan sang ustadz.
“hapus airmatamu! Jangan kau berikan airmata itu untuk
manusia. Airmata adalah milik Allah, maka kembalikan kepada Allah.” Ujar sang
ustadz sambil meinta Sukma untuk duduk. “ apakah kamu sudah punya suami?”
“belum pak kiyai”
“orangtuamu masih hidup?”
“masih pak kiyai”
“engkau tidak perlu takut dalam hidup ini, karena engkau
masih memiliki gusti Allah sing keto’. Engkau masih punya Tuhan yang kelihatan
oleh mata. Dia adalah orangtuamu. Mintalah ridhlo dan do’a darinya.
Bertaubatlah sesering mungkin dan iringi taubatmu itu dengan sedekah. Semakin
besar sedekahmu itu menandakan semakin pasrah dirimu kepada Allah. Cobalah
untuk tidak perhitungan denganNYA, maka DIA akan memberikanmu rizki dengan
tanpa perhitungan. Dari jalan yang tidak pernah engkau duga sebelumnya.”
Seperti mendapat pencerahan yang luar biasa, Sukma menjadi
nekat untuk menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah. Prinsip hidupnya yang
akan menebar manfaat buat sebanyak banyaknya manusia, mencuat kembali dari
sanubarinya.
Ketika hutang bank sudah lunas. Sukma mengeluarkan sebagian
gajinya untuk sedekah. Dan yang sebagiannya lagi ia serahkan kepada
orangtuanya. Difikir dirinya telah terbiasa memiliki sedikit uang. Karena ia
tertipu oleh temannya sejak masa potongan gaji dari pihak agensi baru saja
selesai. Setiap ia bersedekah, bathinnya bergumam, “ya Allah kuserahkan harta
dan diri ini kepadaMU”
Masa kontrak kerja Sukma habis. Ia harus numpang di shelter
untuk mencari majikan baru. Disaat awal bulan biasanya Sukma bersedekah, kali
ini ia tak mampu bersedekah karena sama sekali tak memiliki uang. Namun ia
teringat akan sabda rasulullah, bawa barangsiapa yang meakukan kebaikan secara
rutin, kemudian ia tak sanggup melakukan kebaikan tersebut karena factor
ketidakmampuannya, maka Allah akan tetap mencatat bahwa ia telah melakukan
kebaikan itu, meski ia tak melakukannya.
Sebab ia tidak melakukan kebaikan tersebut bukan karena factor
kesengajaannya.
Untuk sekedar mendapatkan uang jajan, Sukma ikut menjajakan
majalah islami. Sedolar dua dolar ia kumpulkan hanya untuk makan sehari hari.
Airmatanya berderai disetiap malam saat ia bertahajud, karena ia ingat pesan
sang ustadz bahwa airmata adalah milik Allah dan hanya Allah yang berhak
menyaksikan airmatanya.
Harapan sukma untuk tetap bisa bekerja dihongkong tak mendapat izin dari Allah,
sebab Allah punya rencana lain untuk dirinya. Visa bahkan masa berlaku
paspornyapun hampir habis. Itu pertanda Sukma harus pulang kampung. Tapi
darimana ia harus mendapatkan uang buat beli tiket. Hatinya terus menangis
dihadapan Allah.
Karena kebaikan Sukma kepada semua teman temannya. Karena
keberadaan Sukma di berbagai majlis ta’lim, membuat Sukma dikenal baik oleh
teman temannya. Singkat cerita, dari mulut kemulut, semua teman teman Sukma mendengar
permasalahan yang dihadapi sukma. Mereka berinisiatif untuk patungan
mengumpulkan sumbangan buat biaya tiket perpulangan Sukma ketanah air.
Kepulangan Sukma dumudahkan oleh Allah sebab barangkali ini termasuk bagian
dari recanaNYA. Sampai pada saatnya Sukma
pulang meninggalkan hongkong tanpa hasil yang diharapkan.
Sesampainya di kampung halaman, kedua orangtuanya menyambut Sukma
dengan hangat sekali. Sambil berlinang airmata, ibunya memeluk Sukma dan
mengusap lembut kepalanya.
“yang sabar ya nduk. Semua ini atas kersane gusti Allah.”
“njeh bu…” jawab Sukma dengan tangis sejadi jadinya dalam
pelukan ibu tercintanya.
Dengan bekal imu agama yang ia peroleh dari selama bekerja
di hongkong, Sukma membuka pengajian kecil kecilan untuk anak anak kecil dirumahnya
selepas maghrib. Namun beranjak waktu, para ibu ibu dikampung mengusulkan agar Sukma
mengajarkan ngaji juga untuk kalangan ibu ibunya. Sukma tak mampu mengelak,
karena sesungguhnya itulah tujuan hidupnya. Dan sejak saat itu Sukma sering di
panggil oleh kaum ibu ibu untuk memberikan tausiyah dari satu majlis ke majlis
lainnya, selain majlis yang diadakan dirumahnya sendiri.
Suatu ketika saat Sukma sedang memberi tausiyah di majlis kampung
sebelah, datanglah seorang lelaki yang menggendong tas ransel dipunggungnya
kerumah Sukma dan memohon mohon kepada ibu Sukma untuk bisa ikut mengajar anak
anak dirumah Sukma.
“siapa nama sampean dan tinggal dimana?” ujar ibu Sukma.
“nama saya Budi bu. Terus…eng anu bu… saya… saya tidak punya
rumah. Tapi saya akan cari kontrakan disekitar sini agar saya tidak terlambat
mengajar di rumah ibu.”
“ngajar disini ndak ada bayarannya loh nak.”
“ndak apa apa bu. Wong saya mau ikut ngajar tok, bukan untuk
cari uang bu.” Ujar budi dengan senyum kecut.
“ya sudah, kalau begitu sampean bisa tinggal dirumah ini.
Tapi maaf ya, keadaannya ya begini ini.”
“ya Allah gustiiii….! Astagfirullah….! Sa… saya boleh
tinggal disini bu?”
“sebentar! Kamu kenal Sukma kan?” Tanya bapak Sukma yang
tiba tiba muncul dari belakang.
Budi langsung tertunduk, ia merasa putus asa harapannya tak
jadi terwujud untuk bisa mengajar di tempat itu lantaran tidak mengenal Sukma. Budi
menggelengkan kepala dalam keadaan tertunduk.
“kamu tidak kenal Sukma kan?” bapaknya bertanya sekali lagi
degan nada agak keras.
“saya tidak kenal pak.” Ujar Budi menunduk sambil berbalik
arah perlahan ingin beranjak pergi meninggalkan rumah.
“hey tunggu! Kalau kamu tidak kenal sukma, kamu boleh
tinggal disini.”
Budi menghentikan langkahnya, spontan berbalik dan langsung
bersimpuh memegang lutut bapak sukma. “terimakasih pak. Sekali lagi terimakasih
pak.”
Sebulan sudah Budi berada dirumah Sukma dan mengajar anak
anak setiap selesai maghrib. Keluarga Sukma terlihat sangat menyukai budi,
karena selain ketampanannya, ia juga seorang yang sangat santun dan rajin.
Setiap jam tiga pagi Budi sudah bangun untuk menimba air dan memenuhi baik air
kamar mandi. Setelah itu ia sholat tahajud dan menunggu subuh. Dan selepas
subuh, Budi sudah ikut membantu bapak Sukma membajak sawah. Diam diam Sukma menaruh
hati kepada budi. Namun, meskipun gelagat Sukma telah terbaca jelas oleh budi,
ia bersikap wajar dan seakan tidak mau tahu dengan perasaan sukma. Khawatir
jika ia menyambut cinta Sukma akan menodai kepercayaan keluarga Sukma pada
dirinya.
Tidak seperti biasa, baru jam sebelas pagi, ibu Sukma menghampiri
suami dan Budi yang sedang berada dipematang sawah.
“pak, ada tamu dari Jakarta, kerumah kita cari orang namanya
Bucek Dolvi. Ibu sudah bilang sama
beliau, kalau dirumah ini tidak ada yang namanya begitu. Ada juga namanya Budi. Tapi beliau tetap maksa pingin ketemu orang
yang namanya Budi.”
“papah” ujar Budi reflek. Spontan bapak Sukma menoleh kearah
budi. Memandangnya dalam dalam, lalu mengajak Budi untuk menemui orang yang
dimaksud.
Begitu sampai dihalaman rumah sukma. Sebuah mercy keluaran
terbaru parkir didalamnya. Terka’an Budi
tidak salah lagi bahwa yang datang adalah papahya. Budi langsung menyambut
tangan papaphnya dan menciumnya. Sejenak
papah Budi tertegun atas perubahan drastis yang dialami anaknya. Sopan santun
dan akhlaqnya sungguh luar biasa berubah. Namun sebisa mungkin ia bersikap
wajar.
“papah sudah kira bahwa Budi itu adalah kamu. Nama bagus
bagus kenapa diganti Budi sih?”
“aku ndak rubah kok. Budi itu singkatan dari Bucek Dolvi kan
pah?”
“kamu ini gimana sih vi, katanya mau nyantren. Tapi kenapa
ada disini? Papah sudah Tanya kepesantren dimana papah mendaftarkanmu sebagai
santri. Tapi kata mereka, seminggu kemudian kamu langsung keluar dari pesantren
itu dan kerumah ini. Jangan jangan ada sesuatu nih dirumah ini? Hayooo
ngakuuu!!!” ujar papah budi. Sementara Budi langsung mengenalkan satu persatu
anggota keluarga Sukma kepada papahnya dan minta izin kepada bapaknya Sukma untuk
boleh masuk kedalam rumah.
“jadi ceritanya begini pah, sejak dihari pertama aku mondok
di tempat itu, semua ustadz ustadz dan teman temanku banyak yang bicara tentang
sukma. Sepertinya Sukma adalah seorang putri cantik dari kayangan turun ke bumi
dan membuat setiap lelaki tergila gila padanya. Aku kan jadi penasaran. Makanya
aku pindah deh nyantrennya ketempat ini biar bisa kenal lebih dekat dengan sang
puteri. Dan ternyata, setelah aku kenal sosoknya dalam keseharian…..”
“ternyata apa?” pacing papah Budi sambil tersenyum meledek.
“ternyata… sepertinya papah akan menyesal kalau tidak punya
menantu seperti Sukma.” Ujar Budi tersipu malu. Sementara Sukma salah tingkah.
Ia sangat terkejut lantaran dikira selama ini cintanya hanya bertepuk sebelah
tangan. Dianggapnya Budi tak sedikitpun menaruh simpati kepadanya. Ucapan Budi saat ini benar benar telah membuat
jantung Sukma seakan merosot ke udel. semua orang yang ada di tempat itu
tertawa.
“ya sudah, jadi begini saja pak.” Ujar papah Budi kepada
bapaknya sukma. “ jika tidak membuat bapak dan ibu tersinggung, saya datang kesini
sekalian untuk melamar anak bapak. Toh Budi memang sudah waktunya menikah.
Usianya sudah dua puluh enam tahun. Namun semuanya kembali pada keputusan
orangtua Sukma. Gimana pak?”
Bapak Sukma tidak lekas menjawab. Ia menoleh kearah anak
gadisnya yang persis duduk berdampingan dengannya. Tiba tiba, bapak Sukma harus
berteriak menahan sakit atas cubitan tangan Sukma yang mendarat di samping
pahanya. Sekali lagi semua orang ditempat itu tertawa lucu melihat keluguan
sukma.
“baiklah sebagai tanda terimakasih saya sebagai orangtua
Bucek Dolvi alias Budi, atas kebaikan
bapak dan ibu merawat anak kami, dan sebagai tanda sebuah ikatan suci ini, maka
izinkan kami untuk memberi hadiah mobil
mercy yang didepan itu untuk
keluarga bapak.”
Rupanya inilah rencana Allah buat hidup Sukma. DIA
mengumpulkan kebaikan dan sedekah Sukma selama ini untuk diberikan kepadanya
saat waktunya telah tepat. Sukma dan
Budi mengadakan pesta pernikahan besar besaran dikampung itu. Mereka memanggil
Kiyai Kramad untuk memberi tausiyah diacara syukurannya. Wassalam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar