Rabu, 24 April 2013

masih ada jalan


Cover story
Seorang gadis desa yang cantik nan jelita, sebut saja ia bernama Sukma. Telah banyak dilamar oleh lelaki, baik dari kampungnya sendiri maupun dari tetangga kampungnya. Kendati usia Sukma baru meginjak enam belas tahun, namun tubuhnya bongsor dan
sintal. Pantas jika banyak lelaki yang tergila gila padanya. Ibarat kata, hanya lelaki ‘buta’ yang tak ingin memiliki dirinya. Namun, Sukma memiliki prinsip hidup sendiri. Kendati sekolahnya hanya lulusan SD. Tapi kecerdasan bathiniyahnya melebihi kebanyakan orang yang telah sarjana. Barangkali ini efek atau dampak dari rajinnya Sukma mengikuti majlis taklim yang diadakan di musholah musholah kampunngnya.  Memang demikian toh, menuntut ilmu itu tidak harus di kelas kelas formal, tapi bisa dimana saja. Apalagi biasanya, ilmu yang disodorkan di majlis ta’lim lebih bicara tentang kehidupan dan akhlaq. Sebuah ilmu yang jarang sekali bisa didapatkan di kelas kelas formal sekalipun.
“aku ingin hidup bermanfaat bagi sebanyak banyaknya manusia” demikian gumam bathinnya yang disampaikan pada orangtuanya disaat banyak lelaki datang untuk melamar. “sebab jika aku telah menikah, hidupku akan terfokus untuk suami. Maka sebelum aku menikah, akan ku puaskan dahulu diriku untuk menebar mannfaat buat ummat manusia” demikian lanjutnya.  Dan, Luar biasa,  orangtua Sukma pun mentolelir bahkan menyambut baik cita cita Sukma.
Suatu ketika, Sukma minta izin kepada orangtanya untuk bekerja di hongkong dengan alasan yang sangat classic dan standar seperti kebanyakan alasan para wanita yang bekerja di hongkong lainnya. Ia ingin membantu kedua orangtuanya dalam hal perekonomian. Kendati merasa keberatan, namun akhirnya kedua orangtua suma mengizinkan. Singkat cerita, Sukma berangkat juga kehongkong setelah melalui beberapa prosedur yang harus ia lewati sebagai Buruh Migran Indonesia.
Sejak ia tahu bahwa di hongkong banyak dan sering diadakannya pengajian ta’lim, Sukma aktif megikuti pengajian pengajian tersebut. Dari pengajian satu berpindah ke pengajian lainnya. Sampai pernah temannya menegur; “kamu ini ikut organisasi apa sih, kok semuanya di hadiri?”
“aku ingin belajar tentang Islam dan tentang hidup, bukan ingin belajar berorganisasi. Maka aku tidak mencari organisasi mana yang paling hebat. Selama organisasi itu mengajarkan tentang akhlaq dan hidup, maka aku akan datang kepadanya. Dan ternyata, hampir semua organisasi mengajarkan hal demikian.” Jawab Sukma bijaksana.
Kegigihannya menuntut ilmu dinegri orang membuat Sukma makin terkesan ‘bersinar’. Karena setiap ia mendapatkan ilmu baru, ia praktekan dalam hidupnya. Meski pernah ia terjerembab kedalam sebuah polemic yang sangat luar biasa.
Sukma ingin sekali bisa menolong orang lain yang sedang dalam kesulitan dan membutuhkan pertolongan. Ditambah lagi iming iming pahala yang sangat besar saat bisa membantu orang. Seorang teman datang padanya sambil menangis.
“Sukma, ibuku sakit parah. Beliau harus segera di operasi. Jika tidak, beliau akan menemui ajalnya. Bantulah aku! Pinjamilah aku uang untuk biaya operasi ibuku!”
“tapi aku tidak punya uang sebanyak itu neng!”
“kamu kan masih punya paspor. Aku bisa pinjam paspormu untuk kugadaikan ke bank. Dan akan kubayar menyicil setip bulannya kepadamu.”
Setelah sejenak berfikir, akhirnya Sukma menyetujui permintaan temannya itu. Namun baru saja seminggu, Sukma mendengar khabar bahwa temannya tersebut telah kabur pulang kampung dan tak akan pernah kembali. Mendengar berita itu, Sukma terkulai lemas sambil menitiskan air mata. Terbayang sudah dalam otaknya akan gaji bulanannya yang hanya tersisa sedikit guna membayar cicilan ke pihak bank. Syetan menyeruak masuk kedalam bathin Sukma dan mulai  menghujat Allah. Benaknya mengutuk bahwa Allah telah berbuat tidak adil pada dirinya. Ibadah telah ia jalankan, berbuat baik kepada sesama manusia telah di lakukan, namun mengapa balasannya malah seperti ini. Sukma mengeluh kepada orangtuanya dirumah melalui handphone.  Namun malah dijawab oleh orangtuanya bahwa tidak ada suatu kejadian yang datang dari Allah dan menimpa hambaNYA kacuali malah akan membawa kebaikan buat hamba tersebut. Kesadaran iman sukma muai dating, sehingga kendati ia merasa kesal kepada Allah, Sukma tetap menghadiri pengajian agama yang hampir setiap minggu diadakan dihongkong. Ia ingin mengetahui kebaikan apa sebetulnya yang terkandung didalam deritanya itu akibat tertipu temannya.
Lama Sukma tak mendapatkan jawaban, sampai hutang di bank pun hampir selesai. Ketika majalah irsyad mengadakan pengajian akbar di hongkong. ia mendengar suatu nasehat yang sangat menghujam tepat kedalam dadanya yang ternyata selama ini ia telah berbuat salah.
“laa yukallifu nafsan illa wus’aha. Allah saja tidak akan pernah memberikan sebuah beban kepada hambaNYA jika hamba itu tidak sanggup melakukannya.  Panjenengan semua boleh dan sangat dianjurkan untuk menolong orang lain. Tapi itupun harus sesuai dengan kemampuan njenengan. Jika merasa tak mampu, jangan memaksakan diri. Itu namanya mendzalimi dirinya sendiri. Kalau uang njenengan tidak cukup buat minjemi teman njenengan, ya ndak perlu harus menggadaikan sesuatu milik njenengan hanya untuk alasan menolong.”
Merasa tersentuh oleh kata kata sang ustadz, Sukma memberanikan diri untuk datang menemui ustadznya dan bertanya tentang masalahnya seusai pengajian.
“pak kiyai, betapa menderitanya hidup saya selama tiga tahun belakangan ini. Selain gaji saya habis untuk mencicil hutang teman saya, sebentar lagi masa kontrak kerja sayapun akan habis. Apa yang harus saya lakukan pak kiyai?” Tanya Sukma sambil menangis dihadapan sang ustadz.
“hapus airmatamu! Jangan kau berikan airmata itu untuk manusia. Airmata adalah milik Allah, maka kembalikan kepada Allah.” Ujar sang ustadz sambil meinta Sukma untuk duduk. “ apakah kamu sudah punya suami?”
“belum pak kiyai”
“orangtuamu masih hidup?”
“masih pak kiyai”
“engkau tidak perlu takut dalam hidup ini, karena engkau masih memiliki gusti Allah sing keto’. Engkau masih punya Tuhan yang kelihatan oleh mata. Dia adalah orangtuamu. Mintalah ridhlo dan do’a darinya. Bertaubatlah sesering mungkin dan iringi taubatmu itu dengan sedekah. Semakin besar sedekahmu itu menandakan semakin pasrah dirimu kepada Allah. Cobalah untuk tidak perhitungan denganNYA, maka DIA akan memberikanmu rizki dengan tanpa perhitungan. Dari jalan yang tidak pernah engkau duga sebelumnya.”
Seperti mendapat pencerahan yang luar biasa, Sukma menjadi nekat untuk menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah. Prinsip hidupnya yang akan menebar manfaat buat sebanyak banyaknya manusia, mencuat kembali dari sanubarinya.
Ketika hutang bank sudah lunas. Sukma mengeluarkan sebagian gajinya untuk sedekah. Dan yang sebagiannya lagi ia serahkan kepada orangtuanya. Difikir dirinya telah terbiasa memiliki sedikit uang. Karena ia tertipu oleh temannya sejak masa potongan gaji dari pihak agensi baru saja selesai. Setiap ia bersedekah, bathinnya bergumam, “ya Allah kuserahkan harta dan diri ini kepadaMU”
Masa kontrak kerja Sukma habis. Ia harus numpang di shelter untuk mencari majikan baru. Disaat awal bulan biasanya Sukma bersedekah, kali ini ia tak mampu bersedekah karena sama sekali tak memiliki uang. Namun ia teringat akan sabda rasulullah, bawa barangsiapa yang meakukan kebaikan secara rutin, kemudian ia tak sanggup melakukan kebaikan tersebut karena factor ketidakmampuannya, maka Allah akan tetap mencatat bahwa ia telah melakukan kebaikan itu, meski ia tak melakukannya.  Sebab ia tidak melakukan kebaikan tersebut bukan karena factor kesengajaannya.
Untuk sekedar mendapatkan uang jajan, Sukma ikut menjajakan majalah islami. Sedolar dua dolar ia kumpulkan hanya untuk makan sehari hari. Airmatanya berderai disetiap malam saat ia bertahajud, karena ia ingat pesan sang ustadz bahwa airmata adalah milik Allah dan hanya Allah yang berhak menyaksikan airmatanya.
Harapan sukma untuk tetap bisa bekerja  dihongkong tak mendapat izin dari Allah, sebab Allah punya rencana lain untuk dirinya. Visa bahkan masa berlaku paspornyapun hampir habis. Itu pertanda Sukma harus pulang kampung. Tapi darimana ia harus mendapatkan uang buat beli tiket. Hatinya terus menangis dihadapan Allah.
Karena kebaikan Sukma kepada semua teman temannya. Karena keberadaan Sukma di berbagai majlis ta’lim, membuat Sukma dikenal baik oleh teman temannya. Singkat cerita, dari mulut kemulut, semua teman teman Sukma mendengar permasalahan yang dihadapi sukma. Mereka berinisiatif untuk patungan mengumpulkan sumbangan buat biaya tiket perpulangan Sukma ketanah air. Kepulangan Sukma dumudahkan oleh Allah sebab barangkali ini termasuk bagian dari recanaNYA.  Sampai pada saatnya Sukma pulang meninggalkan hongkong tanpa hasil yang diharapkan.
Sesampainya di kampung halaman, kedua orangtuanya menyambut Sukma dengan hangat sekali. Sambil berlinang airmata, ibunya memeluk Sukma dan mengusap lembut kepalanya.
“yang sabar ya nduk. Semua ini atas kersane gusti Allah.”
“njeh bu…” jawab Sukma dengan tangis sejadi jadinya dalam pelukan ibu tercintanya.
Dengan bekal imu agama yang ia peroleh dari selama bekerja di hongkong, Sukma membuka pengajian kecil kecilan untuk anak anak kecil dirumahnya selepas maghrib. Namun beranjak waktu, para ibu ibu dikampung mengusulkan agar Sukma mengajarkan ngaji juga untuk kalangan ibu ibunya. Sukma tak mampu mengelak, karena sesungguhnya itulah tujuan hidupnya. Dan sejak saat itu Sukma sering di panggil oleh kaum ibu ibu untuk memberikan tausiyah dari satu majlis ke majlis lainnya, selain majlis yang diadakan dirumahnya sendiri.
Suatu ketika saat Sukma sedang memberi tausiyah di majlis kampung sebelah, datanglah seorang lelaki yang menggendong tas ransel dipunggungnya kerumah Sukma dan memohon mohon kepada ibu Sukma untuk bisa ikut mengajar anak anak dirumah Sukma.
“siapa nama sampean dan tinggal dimana?” ujar ibu Sukma.
“nama saya Budi bu. Terus…eng anu bu… saya… saya tidak punya rumah. Tapi saya akan cari kontrakan disekitar sini agar saya tidak terlambat mengajar di rumah ibu.”
“ngajar disini ndak ada bayarannya loh nak.”
“ndak apa apa bu. Wong saya mau ikut ngajar tok, bukan untuk cari uang bu.” Ujar budi dengan senyum kecut.
“ya sudah, kalau begitu sampean bisa tinggal dirumah ini. Tapi maaf ya, keadaannya ya begini ini.”
“ya Allah gustiiii….! Astagfirullah….! Sa… saya boleh tinggal disini bu?”
“sebentar! Kamu kenal Sukma kan?” Tanya bapak Sukma yang tiba tiba muncul dari belakang.
Budi langsung tertunduk, ia merasa putus asa harapannya tak jadi terwujud untuk bisa mengajar di tempat itu lantaran tidak mengenal Sukma. Budi menggelengkan kepala dalam keadaan tertunduk.
“kamu tidak kenal Sukma kan?” bapaknya bertanya sekali lagi degan nada agak keras.
“saya tidak kenal pak.” Ujar Budi menunduk sambil berbalik arah perlahan ingin beranjak pergi meninggalkan rumah.
“hey tunggu! Kalau kamu tidak kenal sukma, kamu boleh tinggal disini.”
Budi menghentikan langkahnya, spontan berbalik dan langsung bersimpuh memegang lutut bapak sukma. “terimakasih pak. Sekali lagi terimakasih pak.”
Sebulan sudah Budi berada dirumah Sukma dan mengajar anak anak setiap selesai maghrib. Keluarga Sukma terlihat sangat menyukai budi, karena selain ketampanannya, ia juga seorang yang sangat santun dan rajin. Setiap jam tiga pagi Budi sudah bangun untuk menimba air dan memenuhi baik air kamar mandi. Setelah itu ia sholat tahajud dan menunggu subuh. Dan selepas subuh, Budi sudah ikut membantu bapak Sukma membajak sawah. Diam diam Sukma menaruh hati kepada budi. Namun, meskipun gelagat Sukma telah terbaca jelas oleh budi, ia bersikap wajar dan seakan tidak mau tahu dengan perasaan sukma. Khawatir jika ia menyambut cinta Sukma akan menodai kepercayaan keluarga Sukma pada dirinya.
Tidak seperti biasa, baru jam sebelas pagi, ibu Sukma menghampiri suami dan Budi yang sedang berada dipematang sawah.
“pak, ada tamu dari Jakarta, kerumah kita cari orang namanya Bucek Dolvi. Ibu  sudah bilang sama beliau, kalau dirumah ini tidak ada yang namanya begitu. Ada juga namanya Budi.  Tapi beliau tetap maksa pingin ketemu orang yang namanya Budi.”
“papah” ujar Budi reflek. Spontan bapak Sukma menoleh kearah budi. Memandangnya dalam dalam, lalu mengajak Budi untuk menemui orang yang dimaksud.
Begitu sampai dihalaman rumah sukma. Sebuah mercy keluaran terbaru parkir didalamnya.  Terka’an Budi tidak salah lagi bahwa yang datang adalah papahya. Budi langsung menyambut tangan papaphnya dan menciumnya.  Sejenak papah Budi tertegun atas perubahan drastis yang dialami anaknya. Sopan santun dan akhlaqnya sungguh luar biasa berubah. Namun sebisa mungkin ia bersikap wajar.
“papah sudah kira bahwa Budi itu adalah kamu. Nama bagus bagus kenapa diganti Budi sih?”
“aku ndak rubah kok. Budi itu singkatan dari Bucek Dolvi kan pah?”
“kamu ini gimana sih vi, katanya mau nyantren. Tapi kenapa ada disini? Papah sudah Tanya kepesantren dimana papah mendaftarkanmu sebagai santri. Tapi kata mereka, seminggu kemudian kamu langsung keluar dari pesantren itu dan kerumah ini. Jangan jangan ada sesuatu nih dirumah ini? Hayooo ngakuuu!!!” ujar papah budi. Sementara Budi langsung mengenalkan satu persatu anggota keluarga Sukma kepada papahnya dan minta izin kepada bapaknya Sukma untuk boleh masuk kedalam rumah.
“jadi ceritanya begini pah, sejak dihari pertama aku mondok di tempat itu, semua ustadz ustadz dan teman temanku banyak yang bicara tentang sukma. Sepertinya Sukma adalah seorang putri cantik dari kayangan turun ke bumi dan membuat setiap lelaki tergila gila padanya. Aku kan jadi penasaran. Makanya aku pindah deh nyantrennya ketempat ini biar bisa kenal lebih dekat dengan sang puteri. Dan ternyata, setelah aku kenal sosoknya dalam keseharian…..”
“ternyata apa?” pacing papah Budi sambil tersenyum meledek.
“ternyata… sepertinya papah akan menyesal kalau tidak punya menantu seperti Sukma.” Ujar Budi tersipu malu. Sementara Sukma salah tingkah. Ia sangat terkejut lantaran dikira selama ini cintanya hanya bertepuk sebelah tangan. Dianggapnya Budi tak sedikitpun menaruh simpati kepadanya.  Ucapan Budi saat ini benar benar telah membuat jantung Sukma seakan merosot ke udel. semua orang yang ada di tempat itu tertawa.
“ya sudah, jadi begini saja pak.” Ujar papah Budi kepada bapaknya sukma. “ jika tidak membuat bapak dan ibu tersinggung, saya datang kesini sekalian untuk melamar anak bapak. Toh Budi memang sudah waktunya menikah. Usianya sudah dua puluh enam tahun. Namun semuanya kembali pada keputusan orangtua Sukma. Gimana pak?”
Bapak Sukma tidak lekas menjawab. Ia menoleh kearah anak gadisnya yang persis duduk berdampingan dengannya. Tiba tiba, bapak Sukma harus berteriak menahan sakit atas cubitan tangan Sukma yang mendarat di samping pahanya. Sekali lagi semua orang ditempat itu tertawa lucu melihat keluguan sukma.
“baiklah sebagai tanda terimakasih saya sebagai orangtua Bucek Dolvi alias Budi,  atas kebaikan bapak dan ibu merawat anak kami, dan sebagai tanda sebuah ikatan suci ini, maka izinkan kami untuk memberi hadiah mobil  mercy  yang didepan itu untuk keluarga bapak.”
Rupanya inilah rencana Allah buat hidup Sukma. DIA mengumpulkan kebaikan dan sedekah Sukma selama ini untuk diberikan kepadanya saat waktunya telah tepat.  Sukma dan Budi mengadakan pesta pernikahan besar besaran dikampung itu. Mereka memanggil Kiyai Kramad untuk memberi tausiyah diacara syukurannya. Wassalam.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar